Malang, lintasselatan.bratapos.com - Janji pendidikan gratis Pemerintah Provinsi Jawa Timur tampaknya hanya isapan jempol belaka, hanya sampai di baliho dan siaran pers. Seperti halnya di SMA Negeri 1 Dampit, Kabupaten Malang, orang tua sisiwa justru dipaksa menanggung beban biaya hingga jutaan rupiah sejak hari pertama anak mereka diterima di sekolah.
Skandal ini bermula ketika beberapa orang tua mengeluhkan bahwa mereka dipaksa memilih membayar uang SPP yang tertera di formulir yang disediakan komite, tindakan diduga pungli semacam ini terulang lagi di sekolah di Indonesia dan sangat memprihatinkan, kasus yang diduga pungli terbaru di SMAN 1 Dampit Kabupaten Malang ini terulang, dan apa yang harus dilakukan agar tindakan pungli di sekolah dapat diatasi.
Dengan adanya PPDB 2025 Kasus yang diduga pungli menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua dan masyarakat luas, karena tindakan pungli tidak hanya merugikan siswa secara ekonomi tetapi juga merusak moral dan karakter siswa. Tindakan illegal seperti ini tidak dapat dibenarkan.
Dan kasus yang diduga pungli ini, melalui kepanjangan tangan pihak sekolah, komite sekolah seolah-olah punya hak dan wewenang dalam menetukan SPP tarikan kegiatan OSIS, Uang Gedung/Infaq.
Kemungkinan penyebab terulangnya tindakan pungli di sekolah salah-satunya adalah karena kurangnya pengawasan dan sanksi yang tegas dari pihak CABDIN. Selain itu, adanya peran komite yang tidak sesuai fungsinya. Hal ini mengakibatkan membuka peluang bagi para Guru dan Komite bekerja sama ,bukan lagi sebagai kontrol di sekolah.
Diduga adanya pungli yang melibatkan guru dan komite di sekolah, kita perlu melakukan beberapa hal. Pertama, perlu ada pengawasan yang ketat di sekolah dalam mengontrol kegiatan PPDB, SPP, tarikan ekstra di dalam sekolah. Kedua, Pengawasan CABDIN Malang yang menjadi naungan dan Ketiga, kurangnya sosialisasi Anggaran BOS ke orang tua murid.
Tindakan diduga pungli di sekolah merupakan tindakan ilegal. Kasus terbaru di SMAN 1 Dampit menjadi bukti bahwa tindakan pungli masih saja terjadi di kalangan sekolah. Oleh karena itu, perlunya pengawasan yang ketat dan tegas dari pihak terkait terhadap aktivitas di dalam sekolah sangat penting untuk mencegah tindakan ini terulang. Para pengajar dan orang tua juga perlu memperhatikan proses belajar anak daripada hanya menuntut anak untuk meraih nilai yang tinggi.
Kepada Bratapos.com, (S) wali murid SMAN 1 Dampit mengatakan, Rp.200.000,- itu bayar SPP tapi tidak boleh mengatakan kalau itu bayar SPP oleh pihak sekolah disuruh mengatakan bahwa itu sumbangan kesepakatan antara komite sekolah dengan wali murid.
"Uang 200.000,- itu untuk siswa kelas 1. Untuk bayar SPP nya itu kan tiap semester, jadi 6 bulan sekali itu ada penagihan dari pihak sekolah tetapi melalui siswa dan anak saya mengatakan itu yang Rp.200.000,- iuran tiap bulan itu diturunkan jadi Rp.100.000,- per bulan Jadi uang yang sudah masuk itu diikhlaskan saja pasti seperti itu mengatakan ke siswa atau anak saya itu bisa ditanya ke semua wali murid," ungkap (S) saat dikonfirmasi, Selasa (7/10/2025) siang.
"Untuk membayar uang bangunan atau uang gedung, iya intinya tiap wali murid ambil rapot siswa di sekolahan itu pasti disodori amplop sama pihak sekolah dan disuruh ngisi untuk menyumbang," keluhnya.
Terpisah, Kepala Sekolah SMAN 1 Dampit, Yudi mengatakan, perlu kami sampaikan bahwa seluruh kebutuhan operasional di sekolah kami dibahas secara terbuka antara pihak sekolah dan komite sekolah, dengan tetap berpedoman pada Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang telah disetujui bersama.
"Sebagai sekolah negeri, kami memperoleh dukungan pembiayaan dari berbagai sumber resmi, antara lain Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) dari Pemerintah. Selain itu, sekolah juga membuka ruang partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan sukarela yang bersifat tidak mengikat dan tidak memaksa," dalihnya saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Selasa (7/10/2025) petang.
Apabila pada pelaksanaannya, dikatakannya, dana BOS dan BPOPP belum mencukupi untuk mendukung seluruh program pendidikan dalam satu tahun ajaran, maka sekolah diperkenankan untuk menggalang partisipasi masyarakat, tentu dengan mekanisme musyawarah bersama antara pihak sekolah, komite, dan wali murid. Seluruh proses dilakukan secara transparan, disertai berita acara rapat dan dokumentasi yang lengkap.
"Dengan demikian, kami pastikan bahwa di sekolah kami tidak ada pungutan liar (pungli) ataupun bentuk pemaksaan terhadap orang tua/wali murid. Semua bentuk dukungan masyarakat sepenuhnya sukarela, berdasarkan kesepakatan bersama, dan bertujuan untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan bagi peserta didik," pungkasnya. Bersambung... (Zen)